Thursday, May 31, 2018

Ali dan Ali (Ramadhan Challange)



03.00 Sahur pertama di bulan Ramadan

#Aku malas sekali untuk beranjak dari tempat tidur, ah seandainya ini bukan Ramadan pertama untuk apa aku bersusah payah bangun di malam hari begini. Perlahan kutarik kembali selimut lembut teman tidurku dan berharap tidak ada lagi ketukan di pintu kamar.
Sesaat kemudian pintu diketok lagi, Ali, bangun nak kita sahur.

# Ali baru saja ingin membaringkan tubuh, tapi malam ini adalah malam istimewa.
“Aku harus bergegas menyambut malam ini, mumpung langit diatas tidak berwarna merah,siapa tau aku serdadu Bengal itu terlelap dalam kepayahannya”
Ali kemudian bergegas mengambil air wudhu dan mengangkat tangan untuk bertakbir.
Setelah tahajjud Ali menengadahkan tangan ke Langit, memohon perlindungan kepada Allah SWT, sang Maha Rahman dan Rahim, Ali butuh kekuatan lebih, esok dia akan menghadapi momen penting dalam hidupnya.

04.00

# Ada menu apa di sahur pertama ini? Semoga saja Ibu memasakkan makanan kesukaanku. Jika tidak, ah lebih baik Aku kembali saja ke kamar.
Ali mendekati meja makan, sudah ada Ibu, Ayah dan Adiknya yang menunggu.
“Ayo nak yang semangat, Esok Ramadan pertama, yuk kita antusias menyambutnya”
Ali beringsut ke kursinya dan berusaha menghabiskan makanan yang ada di piringnya, rasanya ingin cepat saja agar bisa kembali tidur.

# “Assalamu alaykum warahmatullahi wabarakatuh” Ali mengakhiri tahajudnya dengan salam ke kiri.
Hmmm kemana para serdadu-serdadu itu? Apakah malam ini mereka tidak berpatroli, jika memang benar malam ini mereka tidak datang berarti ini adalah bonus dari Allah.
Ali beranjak ke dapur, lebih tepatnya tidak bisa disebut dapur lagi. Dindingnya sudah hancur sebagian tapi ditutupi dengan selembar kain penghalang, sekedar menghalau debu agar tidak masuk kedalam makanan.
Imminya sedang menyiapkan makanan sekadarnya, di Negeri lain ini mungkin hanya kudapan. Tanpa banyak bicara Ali dan Ibu menghabiskan makanan mereka, tidak ada Ayah dan Adik yang bersama mereka.
“Ali, bagaimana persiapanmu nak?”
“Alhamdulillah Immi, Ali sudah memohon petunjuk dan perlindungan kepada Allah SWT, semoga besok Ali bisa lancar membacanya”
Immi memeluk Ali dengan hangat, remaja tanggung yang akan segera berubah menjadi lelaki dewasa  adalah harapannya saat ini setelah kehilangan suami dan anak bungsunya. Tak terasa cairan hangat mengalir dipipinya.

Dalam hati dia berkata “ Robbil Habli minassholihin”


05.00 Subuh hari

#Ali terlelap dalam tidurnya, suara adzan yang menggema bukannya membangunkan dia dari tidur, sebaliknya dia semakin terelap.
“Kak Ali, Kak Ali ayooo ke Masjid! Temani aku Kak , kata Maizarah adiknya.
“Tar yah de’ kakak masih ngantuk berat nih”
Ali mengabaikan Maizarah dan kembali terlelap.
Tiba-tiba Ibu muncul di depan pintu kamarnya.
“Ali, ayo nak ke Masjid temani Ibu dan adikmu, soalnya Ayah sudah berangkat duluan tadi”

“Malas Bu, besok subuh saja yah, Ali janji”
Akhirnya ibu hanya memelas memandang wajah Ali dan menggumamkan doa dari Bibirnya, “Robbi Habli Muqima Sholati wa min dzurriyati”


# “Immi, Ali berangkat ke Masjid yah, Immi hati-hati berada di rumah, Insya Allah saya akan segera pulang setelah sholat subuh dan menyetorkan hapalan Ali”
Yah Ali berangkat sendiri, dengan berjingkat-jingkat melompati puing-puing bangunan, Ali dengan lincah melewatinya untuk segera bisa melakukan sholat subuh berjamaah.
Dari kejauhan Immi melepas Ali, wajahnya teduh dan matanya berbinar dari jauh punggung Ali mengingatkannya pada Abuya-nya, ketika terakhir kali melihat beliau berlalu  dua tahun lalu.
Immi menepis lamunanya dan kembali masuk kedalam rumah.


06.00

#Ali masih terlelap, sedetik kemudian dia bangun dengan gelapan, “Ya Allah saya belum sholat subuh, ketahuan Ayah bisa kacau nih”

Ali setengah oleng menuju kamar mandi, mengambil air wudhu dan sholat secepat kilat. Di hari-hari biasa, sebentar lagi ayah akan datang ke kamar Ali.
“Alhamdulillah, kamu sudah bangun nak”
“ hehehe, iya yah, Alhamdulillah”
“ hari ini berangkat bareng Ayah atau pake motor sendiri?”
“mmm Ali berangkat sendiri saja Ayah”
Ali berencana akan berangkat kesekolah pukul 07.00 pagi, hari ini adalah Ramadan hari pertama jadwal sekolah di mundurkan hingga pukul 08.00.

#Jantung Ali berdegup kencang, sebentar lagi gilirannya untuk menyetorkan juz terakhirnya.
Dia lalu mengadah ke langit membayangkan wajah adik, dan Abuya yang sedang tersenyum,
Sejurus Ali ikut tersenyum, sambil bergumam dia membatin “Adik, Abuya tunggu Ali yah, Ali sangat rindu kalian”
Tiba-tiba wajah-wajah itu berganti menjadi wajah Immi, wanita 40 tahunan yang saat ini satu-satunya orang yang menjadi semangat hidupnya, Bayangan wajah Immi sangat teduh, guratan wajah khas wanita Palestina membuat Ali selalu membanggakannya. Ali murung dan bergumam “Immi, betapa Ali menyayangimu.

“Ya Ali, bi sur’ah” lamunan Ali dipecah oleh panggilan syekhnya
Ali memantapkan langkah menuju ke hadapan Syekh.
“Kamu siap Ali?”
“Naam ya Syekh”
Ali memantapkan hati dengan tenang dia menyetorkan hapalan juz terakhirnya.
“Shodaqallahul adzim”
Para jamaah kompak membaca hamdalah dan membaca doa setelah membaca Al Quran.
Ali menghambur ke dekapan Syekh, air matanya mengalir membayangkan wajah Immi, Abuya dan Adiknya.
Ali bergumam “ Immi, Ali sudah menunaikan janji”


07.00

#Ali masih santai saja sebelum berangkat sekolah, dia masih sibuk kesana kemari, bolak balik keluar masuk kamar.
“Ali belum berangkat?” Kata Ibu yang sedang menonton Televisi
“Dikit lagi Bu, ini masih siap-siap”
Sementara di TV siaran langsung salah satu aksi pasukan Yahudi melancarkan bom, kepemukiman Palestina.
“ Astaghfirullah Hal Adzim, kasian anak-anak Palestina, Ya Allah turunkan bala tentaraMu untuk menolong mereka” Tiba-tiba tangis Ibu pecah, dan suaranya meninggi.
Ali terkejut dia segera menghampiri Ibunya.
“ Ada apa bu?” Kata Ali
“ Lihat nak, pemuda-pemuda seperti mu di Palestina berjuang mati-matian mempertahankan tanah kelahirannya”

Ali mengurungkan langkahnya ke Sekolah, entah kenapa magnet berita ini begitu besar, dia terduduk , terdiam, dan tak terasa air matanya menetes, demi menyaksikan pemuda sebayanya berjuang dengan bongkahan batu berhadapah dengan Tank-tank pembunuh milik Israel.
Dilayar kaca terlihat seorang pemuda di garis depan, mengobarkan semangat teman-temannya, memancing kemarahan tentara Israel.


#Ali tidak bisa berlama-lama berpelukan dengan Syaikh.
Sejurus kemudian bunyi dentuman bom mulai bergemuruh, Ali dan pemuda yang ada menghambur keluar, berlari ke arah sumber suara.
“Kami datang!”
Ali memasang Kafiyehnya, dia bergumam “ini saatnya, Immi…. Ali minta izin untuk intifadah”
Ali berlari secepat kilat menyambut tank-tank Israel. Dia memunguti batu-batu yang ada sebisanya, sekuatnya, semampunya.
Dada Ali bergemuruh, entah kenapa dia merasa tak berjejak di bumi. hatinya terhubung kepada Allah. Takbir, tahmid tak lepas dari mulut dan hatinya sambil sesekali menyemangati kawan-kawannya.
Tentara Israel semakin maju, para pemuda terdesak kebelakang tanpa sadar kini hanya ada Ali di depan, sendiri namun sejatinya dia bersama Allah.
Ali menghindar sebisanya, tembakan dan dentuman bom semakin memburu, Ali menghindar sebisa mungkin, Namun Allah berkendak lain Ali memenuhi syahidnya.

Di sebuah sudut, hati seorang Ibu bergetar, dalam doa dhuhanya Immi meneteskan air mata, naluri keibuannya berkata Ali telah pergi, dan semoga Allah mendatangkan Rezeki untuknya jika dia berada di langit semoga Allah menurukannya agar Immi bisa berkumpul dengan mereka kelak, Immi beroda kepada Allah agar Rezeki syahid juga diturunkan Allah  kepadaNya.

Sedangkan disudut televisi, dibelahan bumi yang lain, Seorang Ali menyaksikan Ali lain menemui Syahidnya, dadanya bergemuruh, matanya menghangat.
Dia bergumam “Apalah saya ini dibandingkan Dia”

#Rumbelmenulis
#IPSulawesi
#ChallangeApril
#Ramadhan


sumber foto : https://www.dakwatuna.com/2015/11/16/76933/intifadhah-al-quds-sampai-kapan-2/#axzz5H3uV3GYr