Perjalanan ini dimulai atas aksi
nekat teman-teman Dosma ( Dosen Magang ITB 2013), waktu libur adalah waktu yang
ditunggu-tunggu setelah sepekan disibukkan dengan kegiatan Dosma. Kenapa aksi
nekat? Karena tidak satupun dari kami yang pernah pergi kesana, belum lagi
kondisi keuangan yang pas-pasan :D.
Setelah searching sana sini,
kamipun berangkat dengan menggunakan mobil rental. Tidak tanggung-tanggung
saking nekatnya (baca:irit) kami berangkat 9 orang dengan menggunkan mobil
Avanza menempuh perjalanan dari Bandung-Banten. Selepas maghrib kami memulai
perjalanan dari kota Bandung, melintasi jalan tol menuju ke Jakarta, pukul
01.00 dinihari kami tiba di Depok beristirahat di rumah salah seorang teman
sekedar mandi dan meluruskan badan.
Subuh hari kami melanjutkan
perjalanan ke Provinsi Banten, setelah melalui perjalanan kurang lebih 10 jam
akhirnya kami tiba di Banten dengan modal Tanya-tanya, maklum saat itu belum
ada Google Maps yang bisa memandu, Alhamdulillah sampai juga kami di Ciboleger.
Sumber: http://yulutrip.blogspot.com
Desa Ciboleger,
Pandeglang adalah desa terakhir yang menjadi batas dunia luar dan kampong Baduy,
atau dengan kata lain Desa Ciboleger ini adalah pintu masuk ke Kampung Baduy. Di
lokasi ini lebih mirip terminal kecil yang berisi kios-kios dengan mobil
berjejer di sekeliling tugu. Di Desa ini pula terdapat pos kecil yang berisi
tawaran paket Guide untuk pengujung yang ingin diantar ke Kampung Baduy dengan
tarif pengantaran berbeda-beda sesuai dengan tujuan perjalanan.
Desa Kanekes
merupakan desa yang dihuni oleh suku Baduy luar yang jaraknya relatif lebih
dekat dibandingkan suku Baduy Dalam. Tujuan kami adalah menuju ke Desa Cibeo yang dihuni oleh suku Baduy
dalam sehingga tarifnya pun lumayan bagi kantong perantau nekat macam kami,
akhinya dengan sedikit argumen kamipun berhasil mendapatkan harga diskon
tetapi dengan paket minimalis, dengan pemandu wisata tanpa porter.
Perjalanan pun
kami mulai dengan riang gembira, melewati desa Kanekes kami disuguhi dengan
rumah khas suku Baduy yang begitu sederhana dan bersahaja, senyum ramah para
penduduk begitu hangat menyapa kami. Penataan rumah yang berjejer di sepanjang
jalan berbatu menambah keelokan kampung Baduy ini. Penduduk Desa Kanekes
bermata pencaharian sebagai petani, mereka bertani di sekitar kaki gunung,
sedangkan wanitanya lebih banyak dirumah dengan bertenun kain. Mereka hidup
bertetangga seperti masyarakat pada umumnya hanya saja memang mereka masih
memegang beberapa aturan adat, seperti warna pakaian mereka yang didominasi
warna hitam yang konon katanya karena mereka sudah terkontaminasi oleh dunia
luar dan penggunaan kain sarung.
Perjalanan pun
kami lanjutkan, untuk mencapai kampung Baduy dalam yaitu kampung Cibeo kami
harus berjalan lagi sekitar 14 KM dari Ciboleger. Sepanjang perjalanan ke Cibeo
kami melewati jembatan yang menghubungkan antara satu desa dengan desa lainnya,
konstruksi jembatan ini terbuat dari susunan bambu yang diikat dengan tali,
cukuplah untuk menopang beban hidup.
Perjalanan cukup berat bagi kami, euphoria diawal perjalanan
membuat kami tidak bijak menggunakan energi untuk berjalan jauh, Akhirnya di
sepanjang perjalanan kami banyak singgah untuk beristirahat kamipun sering
ditegur oleh pemandu jalan, khawatir kemalaman di Jalan. Tanjakan tinggi dan
penurunan cukup menguras tenaga rasanya ingin menyerah saja, tidak jarang
beberapa dari kami terpeleset karena kabut mulai turun menjelang sore hari
mengakibatkan jalan tanah yang dilalui mulai licin.
Cukup lama berselang kamipun akhirnya sampai ke perbatasan
antara wilayah Baduy Luar dan Baduy dalam, sebuah jembatan kayu yang lebih
kecil dan sempit setelah jembatan ini beberapa peraturan untuk suku Baduy dalam
berlaku pula untuk kami, yaitu tidak ada kamera. Suku baduy dalam adalah
masayarakat baduy masih memegang teguh adat-istiadatnya secara utuh. Konsep
yang dipegang adalah konsep pikukuh yaitu pada intinya konsep ini berisi
tentang keapaadaan, sehingga suku baduy dalam tidak menerima adanya pengaruh modernisasi.
Pukul 18.00 akhirnya setelah 5 jam berjalan kaki kami sampai
juga dikampung Cibeo salah satu kampung Baduy Dalam selain desa Cikawartana,
kampung ini cukup kecil susunan rumah-rumahnya hampir mirip dengan yang ada di
Kanekes, hanya saja di kampung ini ada beberapa aturan adat yang harus ditaati
oleh semua orang termasuk orang luar seperti kami. Kami dipersilahkan untuk
menginap disebuah rumah kayu yang berjarak 50-100 cm dari tanah, ukuran rumah
sekitar 8x6 meter dengan atap setinggi 3 meter. Konsep alami benar-benar
terlihat dari isi rumah mereka, tak ada barang-barang istimewa hanya alat rumah
tangga sederhana. Malam itu kami disuguhi Indomie dan nasi, cukup mengherankan
juga karena ditengah cara hidup mereka yang sederhana, mereka diperbolehkan
untuk makan makanan modern. Kami menghabiskan malam dengan berbincang namun
tidak lama karena kelelahan yang menyerang akhirnya kami berangkat untuk tidur didalam
rumah yang beralaskan bilah-bilah bambu dengan berselimut dingin. Dipagi hari
kami melihat pemandangan yang sangat menakjubkan pesona kampung Baduy dibalut
kabut dan jejeraran batu besar di dataran yang cukup luas sangat memukau, tak
jauh dari sana terdapat sungai besar tempat masyarakat melakukan aktivitas MCK.
Kamipun pergi ke sungai untuk sekedar membasuh muka, oh iya di sini kami
dilarang menggunakan pasta gigi ataupun sabun, alhasil kami tidak bisa apa-apa. Sayangnya
kami harus segera pulang karena perjalanan pulang kami harus ditempuh kurang lebih
5 jem berjalan kaki untuk sampai ke Ciboleger untuk kembali ke Bandung.
Meninggalkan kampung Baduy dalam memberikan beberapa catatan
penting, bahwa hidup selaras dengan alam, menjaga kelestariannya akan membuat
hidup manusia lebih terjaga, menutup diri dari dunia luar adalah pilihan yang
sulit bagi siapapun di zaman seperti sekarang ini, tapi mereka bisa membuktikannya
artinya sekuat apapun pengaruh buruk di luar sana jika kita mau meminta
pertolongan Allah SWT maka kita akan dimampukan untuk hidup dengan nilai-nilai
yang baik sesuai tunutunan Al Qur’an, dan yang terakhir layaknya perjalanan ke
Cibeo, hidup ini pun harus dijalani dengan sungguh-sungguh karena kita tidak
pernah tahu apa yang akan menunggu kita di ujung sana, yang perlu kita lakukan
hanyalah niat yang baik, lakukan yang baik dan Insya Allah akan indah pada
saatnya.