Saturday, August 31, 2024

"My Doctoral Journey" #1


 

Bismilah.....

Menempuh pendidikan S3 sebenarnya tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagi saya. Saya hanya seorang perempuan yang punya cita-cita sederhana menjadi guru ngaji tapi berpenghasilan. Sebenarnya sejarah perjalanan panjang, hiruk pikuk, lika liku, cita-cita, dan impian, sudah seringkali saya paparkan, termasuk kenapa saya kemudian terjebak dalam dunia akademisi.

Long story short

Saat ini jalan takdir membawa langkah-langkah usaha saya ke UGM, terkesan nekad dan semoga tidak salah langkah saja ahahaha. Memahami ke-nekad-an saya ternyata harus saya cerna satu persatu dan agak memakan waktu. Inilah yang kemudian saya pahami dari proses penulisan artikel SLR yang sedang saya tulis. Topik yang telah ditentukan oleh Promotor saya prosesnya berlangsung naik turun, dan saat ini saya merasa tersesat dalam tema Gender Gap dan motorcycle seperti arahan beliau. 

Yang saya amati beliau pun belum sreg dengan topik ini, bisa jadi karena kesibukan beliau dan beban pekerjaan sebagai sekpro, membimbing 4 mahasiswa S3, Author di jurnal internasional, sehingga belum bisa mendalam memahami sejauh mana ini akan dibawa. Saya pun agak sungkan untuk diskusi terkait ide-ide yang ada dikepala saya, dari yang sampaikan sepertinya tidak match dengan track record penelitian dan rasa beliau sebagai travel behavior expert sekaligus promotor. 

Sehingga untuk saat ini saya memilih melanjutkan apa yang beliau arahkan saja, saya masih bisa berdamai dengan waktu dan perasaan saya. Meskipun saat ini sudah mulai semester dua, dan teman-teman saya yang sebimbingan beliau sudah masuk ke tahap Proofreading. Berusaha menenangkan badai dalam hati dan pikiran yang saat ini rasanya sebentar lagi akan menjadi Mega Hurricane ahahaha.  

Quantum Ikhlas

Alhamdulillah punya satu buku yang sudah bertahun-tahun lalu dan banyakan nganggur ,"Quantum Ikhlas", Erbe Sentanu seperti hadir kedepan saya, setelah doa rapalan saya serasa direspon oleh Allah. Quote yang sudah saya normalisasi ke bahasa saya berbunyi kurang lebih seperti ini:

Pikiran positif yang dipaksakan pada diri, seringnya membuat hati tidak nyaman.

Tanpa sadar kita akan mulai membenci bagian diri kita yang lemah, mengabaikan perasaan hati yang tidak enak.Dan parahnya kita akan mulai memaksakan kesuksesan dengan berdarah-darah, menyiksa diri tanpa peduli lelah atau sedih yang dirasakan hati.

Lalu harus bagaimana?

"Solusi cerdasnya adalah carilah perasaan nyaman dihati dari pikiran-pikiran yang datang dari sebuah masalah yang ditemui" , hmmm terdengar manusiawi ketimbang memaksakan harus selalu positif thinking padahal rasa hati sedang pilu-pilunya bukan?

yuk kita lihat contohnya:

Ketika saya punya masalah keuangan

Saya tidak tahu harus berbuat apa

Saya akan memutar2 tombol tuning(anak gen z mungkin tidak paham istilah ini) layaknya mencari siaran radio FM untuk mendapat gelombang suara yang jernih dari siaran radio.

Hasilnya ada berbagai pikiran yang muncul dengan respon terhadap hati yang berbeda-beda.

Saya tidak pernah punya cukup uang (sama)

Saya pernah menabung tapi selalu ada kebutuhan mendadak (lebih parah)

Dengan sedikit irit, rasanya saya bisa survive (Lebih Baik)

Bagaimana rasanya? beda bukan?


Next di sambung lagi yah....


Yogyakarta, 31 Agustus 2024