Judul buku : I love Homeschooling,
segala sesuatu yang harus diketahui tentang Homeschooling
Penulis : Indah Hanaco
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka
Utama
ISBN : 978 – 979 – 22 – 7924 - 5
Buku ini ditulis oleh Ibu Indah Hanaco seorang
praktisi Home Schooling (HS), berangkat dari kegalauan beliau ketika anaknya
berumur 11 tahun tiba-tiba minta belajar di rumah. Karakter anaknya yang
dianggap aneh dilingkungan sekolah membuat dia tidak nyaman dan menjadi
pemurung. Akhirnya dengan mengumpulkan berbagai informasi dan mengikuti
komunitas pelaku HS, penulis menetapkan hati untuk melaksanakan HS, kisah
perjalanan melaksanakan HS dan berbagai macam seluk beluknya dirangkum dalam
buku ini.
Bab pertama dibuka dengan apa itu
HS dan sejarahnya di Indonesia, secara sederhana HS bisa dijelaskan sebagai
model pendidikan berbasis rumah, dengan orangtua sebagai penanggung jawab aktif
serta fokus pada kepentingan dan kebutuhan anak-anaknya, jadi HS ini bukanlah
sebuah hal yang istimewa, mahal, bahkan aneh, karena sejatinya proses
pendidikan memang tanggung jawab dasar orang tua terhadap anaknya, hanya saja
di masa sekarang ini pandangan orang kebanyakan jika anak tidak bersekolah formal
kesannya lebih kearah negatif. Di
Indonesia sendiri perkembangan HS sudah diakui keberadaannya sejak tahun 2003,
dengan dikeluarkannya UU no 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
menyebutkan tentang adanya kegiatan informal yang dilakukan keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Sistem pendidikan di Indonesia, sekarang
ini khususnya SD mewajibkan anak-anak
untuk menghabiskan 1.400 jam pelajaran sedangkan rekomendasi UNESCO hanya
berkisar 800-900 jam pelajaran, sehingga anak-anak gampang merasa bosan, bahkan
kelebihan beban pelajaran. Tidak hanya itu, fenomena yang terjadi saat ini
antara lain bully, pacaran, dll membuat para orang tua merasa resah melepas
anak-anaknya ke sekolah formal. HS menjadi salah satu alternative pola
pendidikan anak yang relatif aman, selain itu pendidikan sesuai keinginan,
fleksibiltas, belajar dari rasa ingin tahu, mandiri dan kesempatan mengenali
potensi adalah nilai plus dari sistem HS ini.
Namun pertanyaan yang kemudian
muncul, utamanya bagi yang ingin menjalankan HS adalah, bagaiman
menjalankannya?, harus mulai dari mana?. Bagaimana kurikulum dan cara
belajarnya?. Konsep HS adalah sistem yang berbasis kepada anak sebagai objek
pendidikan, karenanya tidak perlu bingung karena sistem pendukung pendidikan
seperti disebutkan tadi akan mudah ditentukan berdasarkan kebutuhan anak itu
sendiri. Kurikulum pendidikan HS pun dengan mudah untuk diakses baik yang
berbayar maupun yang gratis banyak tersedia sisa bagaimana orang tua mampu
mengenali kebutuhan anak dalam belajar. Demikian pula dengan cara belajar,
orang tua dapat dengan bebas untuk mengajarkan, mendampingi anak-anak sesuai
dengan modalitas belajar yang paling dominan, baik audio, visual ataupun kinestetik.
Kenyataan lain yang menjadi
sorotan adalah tentang biaya pendidikan, banyak yang beranggapan bahwa HS akan
menghabiskan banyak sekali biaya dibandingkan dengan pendidikan konvensional.
Padahal tidak demikian di buku ini dijelaskan bahwa justru dengan ber-HS orang
tua dapat menyesuaikan biaya yang dikeluarkan dengan alokasi dana untuk
pendidkan anak. Bagusnya lagi adalah orang tua dapat lebih kreatif untuk
menghadirkan sarana pendidikan bagi anak-anaknya. Fenomena kedua yang menjadi
bahasan adalah ijazah, jangan khawatir dengan adanya UU pendidikan nasional,
peserta HS dengan mudah untuk memperoleh ijazah, baik dengan ijazah kesetaraan,
ijazah yang melalui mekanisme ujian nasional bahkan ijazah dari luar negeri.
Pendidikan berbasis rumah di
Indonesia sudah mulai berkembang, dimana-mana komunitas HS bermunculan
mengumpulkan begitu banyak praktisi HS di negeri ini, dari sana pulalah diskusi
antar pelaku HS berkembang, saling berbagi tentang plus dan minus HS menjadi
bahan pelajaran satu dengan yang lain. Namun kesemuanya adalah upaya orang tua pelaku
HS untuk menyelamatkan anak-anak agar mereka menjadi anak-anak yang sukses
nantinya. Bukan berarti mengucilkan sistem pendidikan di negeri ini karena
dimanapun atau bagaimanapun anak-anak belajar sukses dunia akhirat adalah
tujuannya.
“Tidak peduli bagaimana sebuah
berlian ditempa, karena pada akhirnya kilauannya lah yang akan membuat orang
terpesona”
0 komentar:
Post a Comment